Senin, 16 Juni 2014

Sebongkah Kesepian

Malam ini malam Minggu. Mata Tio sedang terpejam. Tidak, ia tidak sedang tidur. Suara temannya yang sedang asik bercerita tentang pertandingan antara Spanyol dengan Belanda di Piala Dunia bisa Tio dengar dengan jelas. Setiap kata dari temannya dapat Tio cerna dengan sempurna. Ia bukannya sedang malas mendengarkan temannya, tapi ia hanya sedang mengekspresikan dirinya yang sedang menyeruput pelan White Coffee di gelas berwarna coklat yang terdapat sisa patahan gagangnya.

Saat matahari akan menyelesaikan tugasnya, sampai si bulat putih muncul dan bersemangat bersinar dengan cahayanya, seakan mencoba melawan hitamnya langit malam, Tio berada di kos temannya. Tidak akan ada BBM dari seseorang yang akan memintanya menjemput lalu kemudian mengantarkannya ke suatu tempat, atau telepon dari seseorang yang akan mengajaknya menukar malam ini dengan beberapa liter bensin yang habis menguap di setiap jalan yang mereka lewati. Iya, tidak akan ada. Mungkin, ini keuntungan dari kesendirian. Tapi, bisa jadi hal yang dirindukan saat hari-hari terasa seperti memiliki satu warna saja.

Sumber Gambar
Kadang, tawa lepas bisa jadi topeng yang sempurna untuk sebongkah kesepian. Tio meletakkan gelasnya sambil tertawa lepas melengkapi tawa temannya akibat candaan Tio tentang empat sosok yang sebentar lagi salah dua di antara mereka akan menjadi pemimpin di Indonesia. Tapi, hati tidak pernah bisa berdusta. Terselip rindu di hati Tio, ingin merasakan lagi malam minggu yang 'menyibukkan'.

Sudah pukul setengah delapan malam. Tio pamit ke temannya, ingin pulang menyegarkan dirinya yang sekarang mulai merasa kegerahan. Tapi, kakinya justru melangkah menuntun tubuhnya ke gitar berukuran kecil berwarna merah yang sedang tergantung di dinding. Mengambilnya, kemudian memainkannya. Tio masih berada di kos temannya.

Bernyanyi lepas tanpa beban, tanpa memperhatikan indah atau tidaknya suara mereka didengarkan oleh penghuni kos yang lain. Tio dan temannya terus saja bernyanyi. Seakan setiap suara Tio yang dipaksakannya melengking menyanyikan lagu Power Slaves, Hengky Supit, dan beberapa lagu lainnya yang masih dari era yang sama menjelma menjadi palu yang memukul keras di atas sebongkah kesepian itu. Sebongkah kesepian? Maaf, kamu baru saja dihancurkan!

Jika sebongkah kesepian di hati Tio adalah sebuah penyakit, maka Tio sudah sembuh sekarang. Tidak sembuh total. Tapi, Tio punya cukup waktu untuk merasa lega sampai sebutir kesepian itu menumpuk, kemudian mengendap, dan menjadi sebuah bongkahan lagi. Dan, entahlah, apa mungkin suara melengking dapat menjadi palu penghancur lagi nantinya. Entahlah. Kali ini, Tio benar-benar pamit. Ia tidak mampu lagi menahan rasa gerahnya.

6 komentar:

  1. Ceritanya senasib sama gue, hidup hanya memiliki satu warna :|

    BalasHapus
  2. Antara gagal move on atau kena friendzone~~~

    BalasHapus
  3. Sepi.. Sepi sunyi aku sendiri.. Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh.. :D
    Kasian banget nih tokoh di dlam postingan, kayaknya lagi kesepian tingkat tinggi. haha...

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...